Sumber: Hendry Noer F.,
Food Review IndonesiaBread staling dapat menyebabkan perubahan, baik dari fisik maupun kimia. Perubahan tersebut akan mempengaruhi rasa, aroma, kekerasan, opacity, crystallinity, crumbliness, kapasitas penyerapan air, kerentanan untuk diserang β-amylase, dan crumb soluble starch content. Banyak penelitian telah dilakukan berkaitan dengan bread staling. Sebab fenomena ini sangat mempengaruhi kualitas roti. Walaupun telah dipelajari cukup lama, namun bread staling tetap tidak bisa dihilangkan dan bertanggung jawab terhadap kerugian ekonomi cukup besar, baik yang harus ditanggung oleh industri roti maupun konsumen.
Roti merupakan produk yang bersifat tidak stabil, elastis, memiliki solid foam, serta mengandung matriks hasil ikatan silang molekul gluten dan polimer pati. Dalam pembuatan roti, perlakuan fisik dan mekanis selama mixing, reaksi kimia (termasuk reaksi enzimatis), dan pengaruh proses termal (waktu dan suhu pemanggangan) akan mempengaruhi karakter produk akhir yang akan dihasilkan. Akibat pengaruh faktor-faktor tersebut, terjadinya staling menjadi semakin rumit. Dalam roti sederhana saja yang hanya mengandung beberapa komponen dalam formulasinya, terjadinya staling masih sulit dijelaskan, karena setiap komponen dapat berkontribusi terhadap perubahan selama proses pengolahan, dari mixing hingga aging produk akhir. Apalagi untuk roti kompleks, yang komponennya lebih heterogen. Penjelasan dan hipotesis yang hanya melibatkan 1-2 komponen tidak dapat mengungkap terjadinya staling secera komprehensif (Gray and Bemiller, 2003). Secara umum, komponen yang terdapat pada roti antara lain tepung, air, gula, shortening, nonfat dried milk (atau penggantinya), garam, yeast, malt, dan sebagainya. Tepung sebagai bahan baku primer, terdiri dari komponen utama gluten, pati, dan pentosan (terutama arabinoxylans), di mana kesemuanya itu berkontribusi terhadap proses dan produk akhir, termasuk terhadap staling.
Staling adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan perubahan yang terjadi pada roti selama penyimpanan, tapi bukan akibat kontaminasi mikroba (Ahlborn, et al., 2005). Fenomena ini biasanya menyebabkan penerimaan produk oleh konsumen menjadi menurun. Resistensi deformasi bread crumb merupakan atribut tekstur (firmness) yang menjadi faktor penting dalam staling. Derajat firmness dan peningkatan crumbliness sering digunakan sebagai parameter bread staling.
Mekanisme staling
Bread staling terdiri dari dua jenis, yakni crust staling dan crumb staling. Crust staling diakibatkan oleh adanya perpindahan air dari crumb menuju ke crust menghasilkan soft and leathery texture. Sedangkan crumb staling lebih kompleks, penting, dan sedikit dipahami. Crumb staling berkaitan dengan firmness roti secara keseluruhan. Oleh sebab itulah, dibandingkan crust staling, crumb staling mendapat perhatian yang lebih dari para pelaku dalam industri bakery.
Rintangan terbesar dalam mengembangkan strategi pencegahan terhadap terjadinya bread staling, adalah kegagalan dalam memahami mekanisme staling secara komprehensif. Banyak penelitian yang telah dilakukan, dan telah dihasilkan berbagai teori untuk menjelaskan hal tersebut. Beberapa teori utama tersebut antara lain:
Retrogradasi amilopektin. Retrogradasi polimer pati bertanggung jawab terhadap terjadinya staling pada roti. Hal ini dikarenakan, pola difraksi x-ray fresh bread mirip dengan yang dihasilkan freshly gelatinized wheat starch, sedangkan stale bread memiliki pola yang sama dengan retrograded starch. Penemuan ini menimbulkan hipotesis, bahwa perubahan gradual pada komponen pati, dari amorphous menuju bentuk crystalline merupakan faktor penting dalam proses staling. Kemudian beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa laju pengembangan kristal dalam gel pati, juga mirip dengan laju bread firming. Namun, Dragsdorf dan Varriano-Marston (1980) berhasil membuktikan, bahwa derajat pengkristalan bread crumb berbeda dengan firmness-nya. Hal ini menyimpulkan bahwa kristalisasi pati dan bread firming merupakan proses yang berbeda.
Penelitian-penelitian lain terus dilakukan dengan berbagai hasil, baik yang mendukung ataupun tidak. Tidak aneh jika peranan pati, baik amilosa dan amilopektin, terus menjadi perdebatan. Sehingga kemudian diyakini, bahwa retogradasi amilopektin bukan satu-satunya penyebab terjadinya firming.
Peranan amilosa. Fraksi linear pati (amilosa) sebelumnya juga diragukan peranannya dalam bread staling. Namun kemudian ditemukan, bahwa amilosa juga memiliki pengaruh yang berarti. Amilosa diyakini bertanggung jawab terhadap pembentukan struktur awal crumb, walau tidak menjadi bagian dari proses staling. Sedangkan penelitian yang lain menemukan bahwa kelarutan amilosa menurun setelah penyimpanan roti selama satu hari, sedangkan penurunan kelarutan amilopektin baru terjadi setelah lima hari penyimpanan. Selain itu, juga ditemukan kandungan amilopektin 5 hingga 24 kali lebih tinggi dibandingkan jumlah soluble amylose. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya sedikit amilosa yang lepas dari granula pati, atau kemungkinan karena pada saat itu roti telah didinginkan di suhu ruang, sehingga amilosa menjadi tidak larut akibat retrogradasi. Penelitian Ghiasi et al., (1984) menunjukkan hasil yang berbeda. Dia dan timnya mengubah rasio amilosa dan amilopektin pada tepung dengan menggunakan waxy barley starch. Hasilnya adalah ternyata amilosa juga terlibat dalam proses staling. Roti yang dibuat dengan waxy barley starch mengalami laju staling lebih cepat dibandingkan kontrol. Ghiasi berpendapat bahwa peranan amilosa tertutupi oleh amilopektin. Beberapa teori lainnya diantaranya mengenai hubungan crumb firming dan retrogradasi pati, peranan protein tepung, hingga pengaruh pentosan dalam tepung. Semuanya masih diperdebatkan, karena setiap pendapat memiliki dasar ilmiah yang kuat. Bread staling merupakan proses yang rumit. Mekanisme staling secara pasti masih belum dimengerti. Beberapa teori yang ada bisa dipahami, seperti peranan retrogradasi pati, khususnya retrogradasi amilopektin. Namun, kenyataannya adalah tidak mungkin hanya akibat retrogradasi pati. Bread staling juga terjadi akibat kontribusi dari ingridien dan proses pengolahan secara keseluruhan.
Faktor yang mempengaruhi laju staling
Suhu penyimpanan. Laju staling memiliki koefesien suhu negatif. Laju bread staling dipercepat pada penyimpanan suhu rendah. Bread staling berhubungan dengan rekristalisasi pati pada suhu penyimpananan -1, 10, dan 21oC. Peranan kristalisasi pati tersebut akan menurun pada suhu lebih tinggi, yakni 32 dan 43oC). Proses yang dikembangkan saat ini adalah pengembangan quich chill bakery product, kemudian distabilkan pada kondisi ambient dengan tujuan mengurang staling ketika berada di suhu ruang.
Moisture migration. Air mengalami perubahan dalam beberapa tahapan pengolahan roti, mulai dari drying out, moisture equilibration antara crumb dan crust, serta moisture redistribution antar komponen roti. Drying out roti tidak menyebabkan staling, tetapi mendorong percepatan reaksi penyebab staling. Pengaruh air dalam mempelajari bread staling merupakan pertimbangan yang paling penting untuk diperhatikan.
Faktor pengolahan. Pengaruh faktor teknologi yang meliputi metode pengolahan, formula, dan tahapan operasional berpengaruh terhadap faktor adonan dan terjadinya staling. Contohnya adalah suhu pemanggangan yang secara signifikan mempengaruhi bread staling. Pemanggangan pada suhu rendah akan menghasilkan laju staling yang lebih lambat, termasuk crumb hardening dan retrogradasi pati.
Antistaling additives. Proses staling bisa dipercepat dengan adanya pengaruh waktu, suhu, dan kelembaban. Ketiga faktor tersebut dapat menghasilkan crouton dan dry crumb dengan cepat. Sedangkan, untuk menghambat terjadinya staling, banyak langkah yang bisa dilakukan. Antara lain adalah dengan menggunakan bahan tambahan pangan.
Enzim. Salah satu strategi untuk menurunkan laju bread staling adalah penggunaan enzim. Amilase dan protease merupakan enzim yang paling banyak digunakan secara komersial dalam industri bakery. Enzim yang paling bermanfaat menghambat laju staling adalah α-amylase yang mengkatalis sejumlah kecil hidrolisis pati. Sedangkan protease berguna untuk depolimerisasi gluten dan memodifikasi karateristik baking. Keduanya menurunkan crumb firmness. Selain kedua enzim tersebut, lipase, lipoxygenase dan non starch polysaccharide modifying enzymes juga dilaporkan dapat bermanfaat untuk menurunkan laju staling.
Surface-active lipids. Banyak penelitian tentang lipid pada produk bakery bertujuan untuk memperbaiki karakteristik fungsional roti. Berbagai jenis emulsifier banyak digunakan untuk memprkuat adonan atau memperlembut crumb, namun peranannya sebagai antistaling jarang diungkap. Salah satu contoh, emulsifer yang dilaporkan dapat mengurangi anti staling adalah lesitin. Hidrolisat lesitin kedelai menghambat kristalisasi gel pati. Beberapa jenis emulsifier lainnya yang diduga memiliki efek sebagai anti staling antara lain monoglyceride, polyexyethylene monostearat, sodium stearoyl lactylate, dan glycerol monostearete. Mekanisme secara lengkapnya juga masih menjadi perdebatan. Namun diduga, emulsifier tersebut mempengaruhi crumb firmness.
Shortening. Komponen ini sangat efektif menghambat bread crumb staling. Mekanismenya berbeda dengan monogliserida. Penelitian mengenai hal ini juga masih berlangsung, sebab ternyata pada defatted bread juga menunjukkan hal yang sama. Diperkirakan anti staling juga diperoleh dari lemak alami yang terdapat pada tepung.
Ingridien karbohidrat. Beberapa penelitian telah melaporkan pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap staling. Guar dan locust bean gum disebutkan dapat menunda retrogradasi pati, tetapi belum jelas apakah memiliki aktivitas anti staling ataupun tidak. Namun, dalam penelitian yang lain dilaporkan bahwa penambahan gum, alginat, dan xanthan mampu menurunkan derajat crumb firmness dan laju staling selama penyimpanan. Selain hidrokoloid dan gum, damaged dan modified starch juga dilaporkan memberikan pengaruh anti staling. Tipples (1969) mengungkapkan, bahwa penggunaan 25 hingga 30% damaged wheat starch mengurangi laju staling, terutama bila ditambahkan malt dan digunakan metode sponge dough.
Pengujian staling
Proses terjadinya staling yang masih menjadi misteri mengakibatkan teknik analisanya juga beraneka ragam. Karakter bread crumb sering menjadi parameter analisa, seperti perubahan dalam hal rasa dan aroma, peningkatan kekerasan, opacity, crumbliness, kristal pati, peningkatan kapasitas penyerapan, penurunan kerentanan terhadap α-amylase, dan penurunan kandungan pati larut. Berdasarkan parameter tersebut, tidak ada satupun metode yang dapat menggambarkan degree of staling secara utuh. Metode yang sering digunakan antara lain metode reologi, infrared spectroscopy, nuclear magnetic resonance spectroscopy, X-ray crystallography, conductance and capacitance, microscopy, dan sensory/organoleptic test.